Mewartakan dengan Jiwa

From Hero to Zero: Patrick Kluivert Kabur ke Belanda Setelah Mengubur Mimpi Piala Dunia Indonesia

Patrick Kluivert Pelatih Timnas Indonesia Resmi Dipecat
Patrick Kluivert Pelatih Timnas Indonesia Resmi Dipecat

JAKARTA, Warta Jiwa – Sembilan bulan delapan hari. Itulah umur Patrick Kluivert sebagai pelatih Timnas Indonesia. Datang dengan ambisi besar membawa Garuda ke Piala Dunia 2026, ia pergi dengan catatan: 8 pertandingan, 3 kemenangan, 1 imbang, 4 kekalahan, dan mimpi yang pupus.

Pada Kamis, 16 Oktober 2025, PSSI resmi memecat legenda Belanda berusia 49 tahun itu bersama seluruh tim kepelatihan asal Belanda: Alex Pastoor, Denny Landzaat, Gerald Vanenburg, dan Frank van Kempen. Pemecatan dilakukan melalui mekanisme mutual termination – istilah halus untuk menghindari pembayaran kompensasi sisa kontrak yang diperkirakan mencapai Rp33,8-39 miliar.

“Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) dan Tim Kepelatihan Tim Nasional Indonesia secara resmi menyepakati pengakhiran kerja sama lebih awal melalui mekanisme mutual termination,” demikian pernyataan resmi PSSI.

Tapi mari kita jujur: ini bukan “kesepakatan bersama”. Ini pemecatan dengan bungkus indah. Karena ketika tagar #KluivertOut trending dengan 30 ribu cuitan, ketika media asing dari BBC hingga Reuters menyoroti kegagalan, dan ketika masyarakat Indonesia menuntut pertanggungjawaban – tidak ada yang namanya “sepakat baik-baik”.

Datang dengan Ekspektasi Tinggi, Pergi dengan Hasil Mengecewakan

Patrick Kluivert ditunjuk pada 9 Januari 2025 menggantikan Shin Tae-yong yang dipecat PSSI. Harapan publik sangat tinggi. Ini adalah legenda Barcelona, mantan penyerang Timnas Belanda, pencetak gol pemenang Final Liga Champions 1995 untuk Ajax. Namanya besar, pengalamannya luas.

Target yang diemban jelas: melanjutkan perjuangan STY dan membawa Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026 untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Hasilnya? Mengecewakan.

Dalam delapan pertandingan yang ditanganinya, Kluivert mencatat tiga kemenangan atas Bahrain (1-0), Tiongkok (1-0), dan Taiwan (6-0). Satu hasil imbang melawan Lebanon (0-0). Dan empat kekalahan: Australia (1-5), Jepang (0-6), Arab Saudi (2-3), dan Irak (0-1).

Persentase kemenangan hanya 37,5 persen. Indonesia mencetak 11 gol tapi kebobolan 15 gol. Yang paling menyakitkan: dua kekalahan terakhir dari Arab Saudi dan Irak di putaran keempat kualifikasi secara resmi mengubur mimpi Indonesia ke Piala Dunia 2026.

Keputusan Kontroversial: Tidak Kembali ke Indonesia

Yang membuat kemarahan publik meledak bukan hanya hasil di lapangan, tapi juga sikap tim kepelatihan setelah kekalahan dari Irak.

Patrick Kluivert dan seluruh tim kepelatihan asal Belanda memilih terbang langsung ke Belanda dari Jeddah, Arab Saudi, tanpa kembali ke Indonesia bersama para pemain.

Manajer Timnas Indonesia, Sumardji, membenarkan fakta ini: “Gak ada (yang ke Indonesia), semuanya kembali ke Belanda.”

Keputusan ini menuai kritik pedas. Bagaimana mungkin seorang pelatih yang digaji Rp1,3-1,5 miliar per bulan tidak ikut pulang bersama tim yang baru saja gagal mencapai target? Di mana tanggung jawabnya sebagai pemimpin?

Wakil Ketua Umum PSSI Zainuddin Amali mengakui belum ada penjelasan dari Kluivert dan stafnya terkait alasan mereka langsung pulang ke Belanda. “Belum ada penjelasan resmi,” ujarnya.

Sementara Sumardji mencoba memberi pembelaan bahwa ini adalah prosedur normal untuk evaluasi, seperti yang dilakukan STY setelah Piala AFF. Tapi publik tidak membeli alasan ini. STY dipecat setelah serangkaian evaluasi dan pertimbangan. Kluivert? Ia kabur sebelum evaluasi dilakukan.

Tekanan Publik yang Luar Biasa

Media sosial meledak. Tagar #KluivertOut dicuitkan lebih dari 30.000 kali di platform X (Twitter). Bahkan sebelum laga melawan Irak berakhir, tagar tersebut sudah menjadi trending topic.

Namun yang lebih menyakitkan bagi PSSI dan Kluivert adalah sorotan media internasional. BBC menulis artikel berjudul “Mass food poisonings cast shadow over Indonesia’s free school meals” – meski judulnya tentang MBG, dalam artikel itu juga disinggung kegagalan Timnas sebagai simbol kegagalan sistemik pemerintahan baru.

The Independent melaporkan: “Indonesia’s free school meals program under scrutiny as 5,000 children fall ill” – dan menyebut kegagalan Timnas sebagai konteks lebih luas dari ekspektasi publik yang tidak terpenuhi.

Media Belanda sendiri, Telesport, melaporkan bahwa pemecatan terjadi setelah “tekanan besar dari media dan suporter membuat keputusan akhirnya berubah.”

“Tekanan dari media dan suporter begitu besar setelah kegagalan di playoff, sehingga kedua pihak sepakat untuk berpisah,” tulis laporan tersebut.

Kesalahan Fatal Kluivert dan PSSI

Ada beberapa kesalahan fundamental yang membuat era Kluivert menjadi bencana:

1. Performa Tim Menurun

Banyak pengamat sepak bola menilai performa Timnas Indonesia justru menurun di era Kluivert dibanding era STY. Pola permainan kehilangan arah, konsistensi pudar, dan tim terlihat tidak memiliki identitas yang jelas.

2. Keputusan Taktik yang Dipertanyakan

Kluivert beberapa kali membuat keputusan kontroversial, seperti mencoret 8 pemain untuk laga melawan Arab Saudi, dan tidak menurunkan beberapa pemain kunci dalam kondisi penting.

3. Komunikasi Buruk

Setelah kekalahan, Kluivert hanya mengunggah pernyataan di media sosial dengan menutup kolom komentar. Sikap ini dianggap pengecut dan tidak bertanggung jawab. Ia menulis:

“Dear Indonesia, Saya merasakan kepedihan dan kekecewaan yang sama seperti Anda… Ini adalah bagian dari perjalanan yang lebih panjang, untuk tim, untuk bangsa, dan untuk semua orang yang percaya pada sepakbola Indonesia.”

Tapi kata-kata tanpa kehadiran fisik adalah hampa. Publik menginginkan lebih dari sekadar postingan Instagram dengan likes 50 ribu. Mereka ingin penjelasan langsung, tatap muka, tanggung jawab nyata.

Kluivert hanya memetik hasil dari perjuangan STY, namun gagal melanjutkannya.

Pelajaran yang Harus Dipetik

Kasus pemecatan Patrick Kluivert memberikan beberapa pelajaran penting:

1. Nama Besar Tidak Menjamin Kesuksesan Patrick Kluivert adalah legenda dunia, tapi itu tidak otomatis membuatnya pelatih yang baik. Kepelatihan membutuhkan lebih dari sekadar pengalaman sebagai pemain.

2. Jangan Memecat Pelatih di Tengah Jalan Keputusan PSSI memecat STY di tengah proses kualifikasi adalah kesalahan fatal. Kontinuitas adalah kunci dalam membangun tim nasional.

3. Tanggung Jawab Harus Nyata, Bukan Simbolis Postingan di Instagram dengan kolom komentar dimatikan bukan tanggung jawab. Publik membutuhkan penjelasan langsung, tatap muka, dan komitmen nyata.

4. Pengurus Harus Fokus Ketua PSSI yang sibuk dengan urusan pribadi di tengah krisis adalah cermin dari tidak profesionalnya pengelolaan sepak bola Indonesia.

PSSI: Salah Besar dari Awal

Mari kita jujur: kegagalan ini bukan hanya tanggung jawab Kluivert. PSSI memiliki andil besar:

  • Memecat STY secara kontroversial
  • Memilih Kluivert tanpa pertimbangan matang
  • Memberikan kontrak 2 tahun tanpa klausul performa yang jelas
  • Tidak melakukan evaluasi berkala
  • Lambat dalam mengambil keputusan pemecatan

Pemain seperti Jay Idzes bahkan membela Erick Thohir dengan mengatakan bahwa tidak semua kesalahan ada di tangan pengurus. Tapi faktanya, keputusan strategis ada di tangan PSSI. Dan keputusan mereka terbukti salah.

Penutup: Mimpi yang Dikubur dalam 9 Bulan

Patrick Kluivert datang dengan reputasi besar, harapan tinggi, dan gaji fantastis. Ia pergi dengan catatan buruk, kritik pedas, dan mimpi yang terkubur.

Sembilan bulan delapan hari. Itulah waktu yang dibutuhkan untuk mengubur mimpi 82 juta penduduk Indonesia yang ingin melihat negaranya bermain di Piala Dunia.

Netizen dengan pedas mengomentari: “Datang ngacak-ngacak doang!”

Dan mungkin itulah ringkasan paling jujur dari era Patrick Kluivert di Timnas Indonesia.

Kini pertanyaannya: siapa yang akan menggantikan Kluivert? Dan yang lebih penting: akankah PSSI belajar dari kesalahan ini, atau akan mengulangi blunder yang sama?

Karena pada akhirnya, yang paling penting bukan nama besar pelatih atau besarnya gaji. Yang penting adalah komitmen, kerja keras, dan kemampuan untuk membangun tim dengan fondasi yang kuat.

Sesuatu yang tidak pernah ditunjukkan Patrick Kluivert selama sembilan bulan delapan hari ia berada di Indonesia.


FAKTA KUNCI:

  • Patrick Kluivert dipecat: 16 Oktober 2025
  • Lama menjabat: 9 bulan 8 hari (sejak 9 Januari 2025)
  • Total pertandingan: 8 laga
  • Rekor: 3 menang, 1 seri, 4 kalah
  • Persentase kemenangan: 37,5%
  • Gol: 11 (untuk) vs 15 (lawan)
  • Estimasi gaji: Rp1,3-1,5 miliar/bulan
  • Potensi kompensasi sisa kontrak: Rp33,8-39 miliar (dihindari dengan mutual termination)
  • Tagar #KluivertOut: 30.000+ cuitan
  • Status pemecatan: Mutual termination (seluruh tim kepelatihan Belanda)

KONTROVERSI UTAMA:

  • Tidak kembali ke Indonesia setelah kekalahan dari Irak
  • Terbang langsung ke Belanda tanpa evaluasi
  • Postingan Instagram dengan kolom komentar dimatikan
  • Keputusan taktik yang dipertanyakan
  • Performa tim menurun dibanding era STY

CATATAN REDAKSI:
Artikel ini disusun berdasarkan sumber-sumber kredibel termasuk pernyataan resmi PSSI, laporan Kompas, Bola.com, CNN Indonesia, Detik, dan media internasional seperti BBC, Reuters, The Independent. Warta Jiwa berkomitmen mewartakan dengan jiwa, menyajikan berita yang tidak hanya informatif tetapi juga mengkritisi kebijakan yang merugikan kepentingan publik.

Bagikan Warta Ini

satu Respon

Tinggalkan Balasan ke Tommy Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *