Sidoarjo – Robohnya gedung Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo pada 29 September 2025 tidak hanya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga memicu perdebatan sengit di tingkat nasional. Tragedi yang menewaskan 67 santri ini kini menjadi sorotan setelah pemerintah mengusulkan penggunaan dana APBN untuk pembangunan ulang pesantren, menuai pro dan kontra di kalangan anggota dewan.
Tragedi yang Mengguncang Nasional
Bangunan empat lantai yang tengah dalam proses pengecoran itu ambruk tak lama setelah pekerjaan dilakukan pada pagi harinya. Tiang pondasi diduga tidak mampu menahan beban pengecoran, menyebabkan struktur runtuh hingga ke lantai dasar.
Proses evakuasi berlangsung hingga 7 Oktober 2025, melibatkan tim SAR gabungan dan berbagai lembaga penyelamat. Dari total 171 korban, 67 orang dinyatakan meninggal dunia (termasuk 8 body part), sementara 104 orang berhasil diselamatkan. Operasi pencarian yang berlangsung selama lebih dari seminggu resmi ditutup setelah semua korban berhasil ditemukan.
Kontroversi Penggunaan APBN
Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo mengumumkan rencana revitalisasi Ponpes Al Khoziny menggunakan dana APBN, dengan alasan biaya membangun ulang dari nol lebih ekonomis dibandingkan memperbaiki struktur yang ada. Keputusan ini langsung menuai reaksi beragam dari berbagai kalangan.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa penggunaan APBN untuk pembangunan ulang masih dalam tahap pembahasan dan belum merupakan kesimpulan final. “Mungkin masih belum pada satu kesimpulan,” ujar Dasco.
Kritik Keras dari Anggota Dewan
Anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay, menyuarakan kritik tajam terhadap rencana tersebut. Ia menilai pemerintah harus terlebih dahulu menelusuri akar permasalahan dalam kasus ini sebelum mengalokasikan dana negara.
“Jangan sampai terkesan yang salah malah dibantu,” tegas Saleh, menyoroti pentingnya proses investigasi menyeluruh sebelum memberikan bantuan finansial.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh berbagai kalangan yang mempertanyakan kepatutan penggunaan APBN untuk menanggung konsekuensi dari dugaan kelalaian konstruksi. Kritikus berpendapat bahwa jika APBN digunakan untuk menalangi kelalaian, pesan yang sampai ke publik bukan bahwa negara peduli, melainkan negara permisif terhadap pelanggaran.
Sorotan pada Pengawasan Bangunan
Tragedi ini juga membuka diskusi luas tentang lemahnya sistem pengawasan bangunan, khususnya untuk infrastruktur pendidikan seperti pesantren. Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menyesalkan kejadian tersebut dan menyoroti adanya kelalaian dalam pembangunan dan pengawasan.
Polda Jawa Timur telah membuka penyelidikan terhadap kasus ini dengan fokus pada dugaan kegagalan konstruksi. Pihak kepolisian menyatakan akan menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tragedi yang merenggut puluhan nyawa ini.
Desakan Evaluasi Menyeluruh
Pasca-insiden, DPR mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan kondisi bangunan pesantren tua dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap infrastruktur pendidikan keagamaan di seluruh Indonesia. Langkah ini dianggap krusial untuk mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan.
Dilema Kebijakan Publik
Kasus Ponpes Al Khoziny menempatkan pemerintah pada posisi yang dilematis. Di satu sisi, ada tanggung jawab moral untuk membantu memulihkan lembaga pendidikan yang hancur dan mendukung proses pembelajaran santri. Di sisi lain, penggunaan dana publik untuk mengatasi konsekuensi dugaan kelalaian privat menimbulkan pertanyaan tentang akuntabilitas dan keadilan.
Para pengamat kebijakan publik menekankan pentingnya menyelesaikan proses investigasi terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan final tentang sumber pendanaan. Transparansi dalam proses ini, menurut mereka, akan menentukan legitimasi bantuan pemerintah di mata publik.
Langkah ke Depan
Sementara perdebatan terus berlangsung, keluarga korban masih berduka dan proses identifikasi jenazah terus dilakukan oleh tim DVI Polda Jawa Timur. Masyarakat menanti kepastian dari pemerintah dan DPR mengenai kebijakan yang akan diambil, serta hasil investigasi yang menyeluruh tentang penyebab runtuhnya bangunan.
Tragedi Ponpes Al Khoziny menjadi pengingat pahit tentang pentingnya standar keselamatan bangunan yang ketat, pengawasan yang efektif, serta sistem akuntabilitas yang jelas dalam setiap proyek konstruksi, terutama yang menyangkut fasilitas publik dan pendidikan.
Hingga berita ini ditulis, diskusi tentang penggunaan APBN untuk revitalisasi Ponpes Al Khoziny masih berlangsung di parlemen, dengan berbagai fraksi menyampaikan pandangan yang berbeda-beda mengenai langkah yang paling tepat untuk mengatasi dampak dari tragedi kemanusiaan ini.
Perkembangan kasus ini akan terus dipantau seiring berjalannya proses investigasi dan pembahasan di tingkat legislatif.