Mewartakan dengan Jiwa

Dituding Timbulkan Kemacetan dan Ganggu Aktivitas Ibadah, Proyek Trotoar Street Food Rp 2,7 M di Jalan Kartini Jember Tuai Penolakan Warga

Proyek Perlebaran Trotoar Sebagai Kawasan Streetfood Jalan Kartini Jember. Sumber: Redaksi Warta Jiwa
Proyek Perlebaran Trotoar Sebagai Kawasan Streetfood Jalan Kartini Jember. Sumber: Redaksi Warta Jiwa

JEMBER, Wartajiwa.com Pembangunan dan perluasan trotoar di Jalan Kartini, Jember, yang digagas Pemerintah Kabupaten Jember sebagai kawasan street food, memantik polemik luas di kalangan warga sejak dimulainya pekerjaan pembongkaran pada 2 Desember 2025. Proyek yang dikabarkan menelan anggaran hingga Rp 2,7 miliar ini menimbulkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap lalu lintas, kebersihan lingkungan, serta aktivitas pendidikan dan keagamaan yang berlangsung di sekitar kawasan tersebut.

Jalan Kartini merupakan koridor penting yang setiap harinya dipadati aktivitas masyarakat. Di sepanjang jalur ini berjejer berbagai fasilitas publik seperti SMK Negeri 4 Jember, Sekolah Dasar Katolik Maria Fatima, Klinik Pratama Panti Siwi, serta Gereja Katolik Santo Yusup Jember yang menjadi salah satu pusat kegiatan keagamaan terbesar di kota ini. Tak hanya itu, kawasan sekitar Jalan Kartini juga menjadi jalur alternatif menuju Alun-Alun Jember, terutama pada hari Minggu ketika sebagian ruas jalan di pusat kota ditutup untuk kegiatan Car Free Day.

img 20251207 071624343 hdr

Dengan kondisi jalan yang relatif sempit dan padat, rencana menjadikan trotoar sebagai pusat street food dinilai sebagian warga berpotensi memperparah kemacetan dan membuat lingkungan semakin kumuh. Terlebih, pada hari Minggu volume kendaraan meningkat secara signifikan akibat tumpahan arus umat Katolik yang baru selesai mengikuti Misa di Gereja Santo Yusup serta banyaknya kunjungan masyarakat ke area Car Free Day.

Kekhawatiran Soal Kemacetan dan Kebersihan

Beberapa warga yang ditemui oleh Wartajiwa.com mengungkapkan keberatan mereka terhadap proyek ini. Stefanus, salah satu umat Gereja Paroki Santo Yusup Jember, menilai kebijakan perluasan trotoar ini tidak mempertimbangkan kondisi riil di lapangan, terutama pada hari-hari padat.

“Menurut saya proyek ini tidak masuk akal. Di hari Minggu biasa saja, keluar area gereja sudah susah, apalagi ini sudah dekat Natal. Saya kasihan ke panitia Natal nanti yang harus mikir lagi kalau misal proyeknya selesai dan jalan makin macet,” ujar Stefanus saat ditemui, Jumat (6/12/2025).

Kondisi Jalan Kartini saat Umat Katolik Gereja Santo Yusup Jember selesai Ibadah Perayaan Ekaristi Minggu (7/12/2025). Sumber: Redaksi Warta Jiwa

Ia menambahkan bahwa kemacetan bukan satu-satunya persoalan. Kebersihan lingkungan juga menjadi masalah, terutama saat Car Free Day berlangsung.

“Sering kali setelah penutupan jalan arah alun-alun itu, sampah-sampah berserakan. Tidak enak dilihat mata. Kalau trotoar nanti dijadikan street food, saya sudah kebayang ramainya dan bagaimana kondisi sampahnya nanti,” tambahnya.

Pendapat senada juga datang dari Ainul, seorang warga Jember ia menilai pemerintah tidak cukup melibatkan masyarakat dalam perencanaan proyek ini.

“Saya sebagai seorang Muslim pun kurang setuju ya dengan proyek ini. Memang tujuan pemerintah bagus, bisa bantu masyarakat kecil untuk berjualan. Tapi apa sudah dipikir matang terkait dampak yang bisa mengganggu juga? Jalan situ kan sudah sempit,” ungkapnya.

Proyek yang Dinilai Kurang Melibatkan Pemangku Kepentingan

Proyek perlebaran trotoar untuk area street food dianggap tidak memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingan di sekitar Jalan Kartini. Dalam radius beberapa ratus meter, terdapat sejumlah institusi vital seperti sekolah, fasilitas kesehatan, rumah ibadah, serta deretan tempat usaha yang menjadi penopang aktivitas masyarakat setiap hari.

Pada jam masuk sekolah, orang tua yang mengantar siswa SMK 4 Jember maupun SDK Maria Fatima harus melintasi jalan yang kini sebagian sudah dibongkar. Lalu lintas kian tersendat karena tidak adanya pengaturan arus kendaraan yang memadai di tengah pengerjaan proyek.

Selain itu, Gereja Katolik Santo Yusup Jember yang setiap Minggu melaksanakan beberapa jadwal Misa juga menjadi pihak yang terdampak cukup signifikan. Umat yang ingin masuk dan keluar area gereja kerap mengalami kesulitan karena penyempitan ruang lalu lintas akibat pengerjaan pembangunan. Terlebih, momentum Natal yang tinggal beberapa minggu lagi diperkirakan akan memperberat kondisi debido lonjakan umat yang hadir.

Lingkungan sekitar gereja yang selama ini dijaga kebersihannya juga dikhawatirkan akan turut tercemar oleh aktivitas street food yang biasanya membawa konsekuensi sampah berlebih.

Surat Permohonan RDP Resmi Diajukan ke DPRD

Menanggapi kondisi ini, Gereja Katolik Paroki Santo Yusup Jember bersama sejumlah institusi yang turut terdampak telah mengirimkan surat resmi kepada DPRD Kabupaten Jember. Surat bertanggal 4 Desember 2025 tersebut memohon diadakannya Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait proyek perlebaran trotoar.

Surat tersebut ditandatangani oleh:

  • Pastor Kepala Paroki, Romo Yoseph Utus O.Carm
  • Ketua Dewan Pastoral Paroki, Angel Brigita Susanti
  • Kepala Taman Kanak-Kanak Katolik Siswo Rini 1, Irmina Sulastri
  • Kepala Sekolah Dasar Katolik Maria Fatima, Suster Maria Cornelly SPM
  • Kepala Klinik Pratama Panti Siwi, Suster Vincentia Misc

Dalam surat itu, pihak gereja dan lembaga terkait menyampaikan bahwa proyek tersebut perlu dikaji ulang dengan mempertimbangkan kondisi area yang sangat padat aktivitas sosial, pendidikan, dan keagamaan. Mereka meminta agar Pemkab Jember membuka ruang dialog agar kebijakan pembangunan dapat diambil secara bijak dan tidak menimbulkan persoalan baru bagi masyarakat.

Harapan Warga: Evaluasi dan Libatkan Semua Pihak

Warga berharap Pemkab Jember tidak hanya berfokus pada tujuan menjadikan kawasan tersebut sebagai destinasi kuliner, melainkan juga mempertimbangkan dampak jangka panjang yang justru berpotensi menimbulkan masalah sosial dan lingkungan.

Menurut warga, proyek yang menelan anggaran Rp 2,7 miliar ini seharusnya dibahas secara lebih komprehensif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk warga sekitar, tokoh agama, pihak sekolah, dan pemilik usaha di sepanjang jalan.

Pengaturan arus lalu lintas juga menjadi faktor krusial yang harus dipikirkan matang-matang. Dengan kondisi jalan Kartini yang sempit, menempatkan pedagang street food di trotoar hanya akan semakin menambah kepadatan kendaraan, terutama pada jam-jam sibuk.

Selain itu, persoalan sampah juga menjadi perhatian besar warga. Mereka berharap pemerintah menyiapkan sistem pengelolaan sampah yang memadai agar tidak terjadi penumpukan limbah yang merusak estetika kota dan kenyamanan warga.

Penutup

Polemik perluasan trotoar Jalan Kartini sebagai kawasan street food menjadi salah satu isu yang mencuat dalam beberapa hari terakhir. Dengan melibatkan banyak pihak yang terdampak, persoalan ini bukan hanya soal pembangunan fisik semata, melainkan juga tentang bagaimana pemerintah mengatur tata ruang kota tanpa mengabaikan kenyamanan dan keselamatan masyarakat.

Kini, warga Jember menunggu tindak lanjut DPRD dan Pemkab Jember apakah mereka akan membuka dialog bersama seluruh pemangku kepentingan atau tetap melanjutkan proyek tanpa perubahan. Yang jelas, suara masyarakat semakin menguat: pembangunan harus membawa manfaat, bukan justru menambah masalah.

Penulis: Setiawan Ade
Editor: Zulkifli

Bagikan Warta Ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *